Bahasa merupakan piranti lunak dalam interaksi manusia sebagai mahluk sosial, termasuk pada anak-anak. Anak adalah individu yang unik dengan kemampuan linguistik yang luar biasa. Salah satu tugas orang tua adalah mengembangkan keterampilan berbahasa anak. Melalui bahasa, anak tidak hanya dapat menyampaikan pendapat, ide kreatif, dan perasaanya kepada orang lain, tetapi juga dapat mempersiapkan dirinya dalam menghadapi tantangan-tantangan besar di masa yang akan datang.
Kemampuan berbahasa yang baik pada anak dapat diraih dengan pengenalan literasi sejak usia dini. Hal ini memiliki peran penting dalam membangun dasar yang kuat bagi kemampuan berbahasa dan kesuksesan akademik di masa depan. Keterampilan membaca, menulis, dan berbicara yang diperoleh melalui pengenalan literasi sejak dini akan mendukung prestasi anak-anak di sekolah. Selain itu, literasi pada usia dini juga merangsang imajinasi dan kreativitas anak-anak, membantu perkembangan kreativitas dan rasa ingin tahu yang akan membawa manfaat sepanjang hidup mereka. Dengan demikian, pengenalan literasi pada usia dini merupakan investasi berharga untuk masa depan anak-anak.
Walaupun demikian, fenomena yang tengah berlangsung di masyarakat saat ini dinilai dapat menghambat upaya pengenalan literasi pada anak-anak. Kehidupan modern kita saat ini erat kaitannya dengan perangkat gawai yang tidak pernah lepas dari genggaman kita. Ponsel, misalnya, telah menjadi pintu utama yang membawa kita ke dunia luar, dengan segala informasi didalamnya yang menjadi penyemarak rutinitas kita. Pada masa lalu, pengetahuan diperoleh melalui buku-buku dan interaksi langsung dengan para ahli di bidangnya. Namun, spade saat ini, informasi dapat diakses dengan cepat dengan bantuan mesin pencari.
Meskipun kenyamanan ini memberikan manfaat, kenyataannya adalah bahwa kenyamanan tersebut telah mengurangi tingkat kesabaran dan pemahaman kita terhadap topik tertentu, terutama dalam hal kemampuan konsentrasi. Berdasarkan hasil penelitian Technical University of Denmark,b penurunan rentang perhatian yang semakin sempit, atau yang dikenal sebagai “attention span narrowness“. Penyempitan ini merupakan hasil dari ledakan informasi dan distraksi media sosial yang mengundang kita untuk selalu beralih topik dengan cepat.
Dampak dari penurunan rentang perhatian ini tidak hanya berdampak pada generasi saat ini, tetapi juga pada masa depan anak-anak. Mereka semakin terpapar oleh media sosial pada usia dini. Meskipun hal ini bertentangan dengan rekomendasi dari Brain Balance Center yang menyatakan bahwa waktu konsentrasi yang ideal sebanding dengan usia anak. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa generasi muda berisiko mengalami dampak serius dalam hal konsentrasi dan pemahaman, mengingat masa depan kita sangat bergantung pada perkembangan mereka.
Untuk mengatasi tantangan ini, kita harus mempertimbangkan untuk mengurangi penggunaan gawai pada anak-anak. Ini tidak hanya untuk melindungi mereka dari risiko konten yang tidak sesuai atau bahaya daring, tetapi juga untuk memberi mereka peluang bermain dan berinteraksi di dunia nyata. Bermain secara langsung dengan teman-teman mereka bukan hanya menghibur, melainkan juga membantu perkembangan sosial, emosional, dan kognitif yang penting dalam pertumbuhan mereka. Aktivitas fisik selama bermain mendukung perkembangan motorik, sedangkan interaksi sosial dengan sesama memberi mereka pelajaran tentang aturan sosial, kemampuan berkomunikasi, dan bahasa, yang semuanya merupakan dasar yang esensial untuk pertumbuhan mereka. Oleh karena itu, meskipun teknologi memberikan manfaat, kita juga harus mendorong dan merayakan interaksi sosial aktif yang menghasilkan pengalaman berharga yang tak tergantikan oleh layar gawai.
Berdasarkan hal tersebut, muncul gagasan tentang penggabungan unsur bermain dalam metode pembelajaran dan internalisasi literasi. Pada anak usia sekolah dasar, keterampilan berbahasa seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis harus menyenangkan. Penggunaan permainan edukatif merupakan cara efektif untuk meningkatkan literasi pada anak. Dalam permainan seperti teka-teki kata, memori kata-kata, atau menebak kata, anak-anak dapat mengembangkan kosakata dan pemahaman kosakata baru sambil berinteraksi secara menyenangkan. Selain itu, permainan yang menuntut konsentrasi tinggi, seperti mencocokkan gambar dengan kata atau menemukan kesalahan dalam kalimat, dapat membantu meningkatkan kemampuan anak dalam mengamati detail dan memahami konteks. Selain manfaat individual, permainan edukatif juga mempromosikan kolaborasi, literasi sosial, membantu anak-anak belajar bekerja sebagai tim, berbagi ide, dan mencapai tujuan bersama dalam pemecahan masalah. Dengan cara ini, permainan edukatif tidak hanya membuat pembelajaran menjadi menyenangkan tetapi juga membangun dasar yang kuat untuk literasi dan keterampilan sosial di masa depan.
Melihat kesempatan pengembangan literasi yang begitu besar melalui permainan edukasi, Duta Bahasa Sumatra Selatan tergerak untuk memanfaatkan instrument tersebut. Saat ini, Duta Bahasa Sumatra Selatan tengah mengembangkan sebuah krida yang diberi nama PALI (Permainan Asik Ladang Ilmu). PALI sendiri merupakan adaptasi dari permainan monopoli dan ular tangga. Permainan ini dengan modifikasi sedemikian rupa sehingga konten yang terkandung di dalamnya dapat memberikan informasi dan edukasi terkait kebahasaan dan kesastraan Indonesia dan daerah. Aturan permainan yang berlaku, menuntut anak-anak untuk mendapatkan dan mencari informasi dari gambar yang ada di papan permainan dan kartu-kartu yang tersedia. Padanan kata, tebak-tebakan kosakata bahasa daerah, dan profil singkat sastrawan-sastrawan kenamaan Indonesia merupakan konten yang terkandung di dalam kartu-kartu tadi. Pemberian nama akronim PALI terinspirasi dari salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu Kabupaten PALI. Uniknya, nama Kabupaten PALI juga merupakan akronim dari “Penukal Abab Lematang Ilir”.
Permainan edukatif seperti PALI membawa lebih dari sekadar pembelajaran individual. Mereka membuka pintu bagi kolaborasi dan literasi sosial yang penting dalam perkembangan anak. Saat bermain bersama, anak-anak belajar untuk bekerja sebagai tim, berbagi ide, dan mencapai tujuan bersama dalam pemecahan masalah. Ini adalah fondasi bagi keterampilan kolaborasi yang akan membantu mereka di masa depan.
Permainan pada PALI yang menggunakan kartu huruf atau teka-teki huruf bukan hanya tentang mengidentifikasi huruf-huruf individual. Mereka juga membantu anak-anak melihat bagaimana huruf-huruf tersebut bersama-sama membentuk suatu kata. Ini adalah langkah awal penting dalam pengembangan keterampilan membaca, membantu mereka memahami bagaimana kata-kata terbentuk dan berinteraksi dalam bahasa. Dengan permainan edukatif, pembelajaran menjadi menyenangkan dan membangun dasar yang kuat untuk literasi di masa depan.
Sosialisi terkait penggunaan PALI sudah dilakukan oleh Balai Bahasa Sumatra Selatan melalui para Duta Bahasa Sumatra Selatan. Kerja sama juga dilakukan dengan beberapa sekolah di Kota Palembang sebagai mitra dan percontohan utama dalam penyebaran dan pengaplikasian krida ini. Hasil yang didapat dari program ini cukup memuaskan. Dari kuesioner yang disebar, didapat hasil 77,1% responden anak-anak mengaku mendapatkan pengetahuan baru sesudah memainkan PALI. Hasil tersebut ditargetkan dapat meningkat seiring dengan evaluasi dan penyempurnaan program PALI ke depannya.
Dengan menerapkan strategi pembelajaran literasi berbasis permainan kepada generasi muda, kita berharap dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat global di masa depan. Generasi ini akan menjadi individu yang cerdas dalam berbagai aspek, baik secara intelektual maupun dalam hal kemampuan sosial dan emosional. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mendukung pendekatan pembelajaran literasi berbasis permainan untuk mencapai cita-cita kita menuju masa depan yang lebih cerah. Kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.
Ditulis oleh Ariq Siddiq Ramadhan dan Rizky Karista Syavira
(Duta Bahasa Sumatra Selatan 2023)